Senin, 03 Januari 2011

PKM III

AHMAD HAQIQI
07.0401.0005
PKM III 3 Januari 2011


IMPLEMENTASI DAKWAH KULTURAL MUHAMMADIYAH


Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang muncul dan berkembang di Indonesia. Didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 bertepatan pada 8 Dzulhijjah 1330 H di Kampung Kauman Yogyakarta. Setiap organisasi tentunya mempunyai visi misi yang akan dijalankannya. Begitu pula Muhammadiyah, sebagai sebuah organisasi yang beridentitaskan gerakan Islam, gerakan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, Dan Gerakan Tajdid maka sudah selayaknya Muhammadiyah mencanangkan sebuah upaya untuk kemajuan ummat Islam. Upaya tersebut yang dikenal dalam masyarakat Muhammadiyah disebut dengan “Dakwah Kultural”.

Dakwah kultural adalah gerakan dakwah dengan pendekatan budaya. Mungkin hal baru bagi kita mendengar konsep dakwah kultural ini tapi bagi muhammadiyah dakwah kultural merupakan salah satu strategi dakwah untuk memperluas jaringan dan melebarkan gerakan.
Dakwah islam sebagai perwujudan ihtiar menyebarluaskan dan menanamkan ajaran islam dalam kehidupan umat manusia senantiasa memerlukan dinamisasi terus, terutama dalam menghadapi berbagai corak kebudayaan masyarakat dan perkembangan zaman. Dengan dinamisasi tersebut dakwah islam diharapkan semakin meluas sehingga ajaran islam menjadi rahmatan lil’alamin.
Dakwah kultural mencoba memahami potensi dan kecenderungan manusia sebagai mahluk budaya berarti memahami ide-ide, adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai norma, sistem aktivitas, simbol dan hal-hal fisik yang memiliki makna tertentu dan hidup subur dalam keidupan masyarakat. Pemahaman tersebut dibingkai oleh pandangan sistem nilai ajaran islam yang membawa pesan rahmatan lil’alamin. Dengan demikian dakwah kultural menekankan pada dinamisasi dakwah, selain pada purifikasi (suara muhammadiyah: 26). Dimanisasi berarti mencoba untuk mengapresiasi (menghargai) potensi dan kecenderungan manusia sebagai maghluk budaya dalam arti luas, sekaligus melakukan usaha-usaha agar budaya tersebut membawa pada kemajuan dan pencerahan hidup manusia. Sedangkan prifikasi mencoba untuk menghindari pelestarian budaya yang nyata-nyata dari segi ajaran islam bersifat syirik, tahayul, bidah, dan khurafat.
Dakwah kultural bukan berarti melestarikan atau membenarkan hal-hal yang bersifat syirik, bidah, tahayul, dan khurafat, tetapi cara memahami dan menyikapinya dengan menggunakan kacamata atau pendekatan dakwah.
Pendekatan Dakwah kultural pastinya tidak lepas dari peranan kearifan local ataupun local wisdom yang menjadi realitas kebudayaan dalam masyarakat Indonesia. Apalagi di Indonesia dengan keberagaman suku, bangsa, adat-istiadatnya menjadi dinamisasi perkembangan dakwah islam yang bercorak dan harus menyentuh pada ranah karakteristik masyarakat itu sendiri. Konsep tersebut pastinya telah dilakukan dan dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan sang pendiri muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan tela melakukan dakwah dengan pendekatan kearifan local budaya masyarakat jawa dengan semangat teologi al-Maun beliau berhasil memadukan jalur dakwah degan keyakinan religius dengan keyakinan politis, dimana keyakinan religius adalah suatu keyakinan pada otoritas masa lalu. Sedangkan keyakinan politik yang tampil untuk menandinginya adalah suatu keyakinan pada otoritas masa depan.
Hasil dari keyakinan inilah KH. Ahmad Dahlan mampu memberikan wajah baru dalam gerakan umat modern yang mampu menerapkan aspek-aspek vertical dan horizontal. Tidak terjebak dalam rutinitas sebatas agama tapi juga mampu keluar mengembangkan pada perkemgbangan umat.